Lonely holyday..

Pulang.., nggak..., Pulang.., nggak..., Pulang.., nggak... Pulang.., nggak..., Pulang.., nggak...pulang, nggak pulang.. thats it. Itu pilihan ku. Tetap di Tanjung Karang diliburan idul Adha. Hari raya.. [raya? Apa yg aku rayakan coba...??].

Untuk mencegah “mati gawe”, hari sabtunya aku belanja buku, sendiri. Hasilnya: maryamah karpov, dslr for dummy, sunan kalijaga, cIA apaan gtu..(yang menurut berita, memuat dokumen bahwa adam malik adalah agen Cia), dan bencana finansial.
Baru satu yang dah aku baca, yang terakhir. Isinya tak semegah judulnya, lebih banyak bicara tentang teori-teori ekonomi yang sekarang digunakan. Dari klasik, keynesian, neo klasik, neo[post] keynesian, regulation,dan konvensi.. 3 yang pertama banyak bicara menggunakan model2 matematika. Begitu populernya model2 matematika ini, sampai menjadi seperti mazhab. Walrasian atau cambridgian (karena didukung dan dikembangkan oleh leon walrass dan diamini di cambridge university). Banyak juga kampus lain yang bermazhab ini, termasuk mep ugm, almamaterku. Penganut mazhab ini cenderung untuk menolak segala riset ekonomi tanpa angka.minimal model statistik, diutamakan model ekonometrika.
2 yang terakhir lebih berdasar pada teori-teori sosial. Dan teori ini yang aku setujui. Karena, dalam tataran realita, ekonomi tak bisa lepas dari ranah sosial. Perilaku ekonomi adalah perilaku makhluk sosial, bukan perilaku mesin yang begitu deterministik. Jd, menjelaskan kondisi ekonomi menggunakan model-model matematika, buatku terlalu naif, terlalu menyederhanakan masalah. Dan model walrassian ini, sepanjang yang aku ingat sampai saat ini, tak pernah memasukkan variabel kondisi sosial dimana model itu diterapkan [mungkin karena begitu rumitnya memodelkan perilaku manusia dalam digit binner].
Model lain yang buatku menarik adalah theory chaos [yang sebenarnya juga dikembangkan menggunakan konsep fisika, fraktal]. Teori ini buatku lebih masuk akal dan dapat mengakomodasikan perilaku para agen ekonomi yang terlibat di pasar. Balance sheet effect yang banyak disebut sebagai teory terbaik dalam mendeskripsikan terjadinya krisis ekonomi dunia, begitu jelas dibangun dengan logika chaos, the butterfly effect.
Yang terjadi adalah transfer masalah dari neraca pelaku ekonomi tunggal, yang menurut klasifikasi teori ekonomi masuk dalam ranah ekonomi mikro, ke neraca ekonomi negara atau regional, makro.
Demikian pula di bidang finansial, terkait dengan saham dan uang sebagai alat transaksi. Begitu jelas bahwa nilai tukar dari uang ditentukan oleh konvensi mayoritas pemilik uang. Dan pemilik uang dalam level terakhir adalah manusia sebagai mahluk sosial, dengan egonya, dengan moodnya. Kadang berperilaku rasional kadang irasional. Dan dalam kondisi panik, perilaku irasional lah yang lebih sering berperan. Hasilnya, saat muncul isu irasional tentang kondisi politik misalnya, lalu ada beberapa spekulan mulai menggoreng nilai tukar, pelaku yang lain menjadi terbawa untuk ikut beraksi. Saat ada satu, dua, beberapa broker mulai menjual suatu saham, broker-broker yang lain segera mengikuti, jual, hingga terjadi chaos. Hasilnya harga saham terjun bebas, walaupun fundamental perusahaan begitu baik.
Ahh, bukan ini yang sebenarnya akan aku bicarakan. Ini cerita tentang lebaran. Cerita tentang betapa sepinya berlebaran disini. Begitu membekukan rasa, sampai aku membaca kembali ‘catatan seorang demonstran’. Dan aku, aku seperti membaca hatiku sendiri. Membaca jejak langkahku, idealismeku sendiri. Tidak identik memang, namun dalam banyak hal begitu mirip. Saat gie berkata, ‘beruntunglah orang yang masih dapat menangis karena sedih, tangisku mungkin hanya pada saat aku marah’, aku seperti menyampaikan isi hatiku sendiri. Bukan hanya sekali aku menyatakan hal itu, bahwa tangis sedihku mungkin sudah habis...
Dan sebenarnya, walaupun sejak masa2 kuliah aku telah memiliki buku itu, aku tak pernah berniat membacanya. Aku justru memberikannya kepada temanku. Alasanku saat itu adalah karena aku tak mau hidup dalam bayang-bayang gie, tak mau menokohkan dia, karena dengan aku menokohkan dia, aku akan merasa puas saat aku sudah menyamai prestasinya. Aku ingin lebih dari dia, aku ingin memiliki idealismeku sendiri. Dan yang terjadi justru ternyata perjuanganku masih jauh dibawahnya[walopun dalam beberapa hal aku lebih baik dari dia, dalam hal ‘sobo alas’ misalnya, aku sudah sampai rinjani, dia baru sampai semeru, mati lg]. Dalam banyak hal yang lain agak mirip, aku jg pernah terlibat dalam aksi-aksi demo[yang kemudian membuat suharto terpaksa turun takhta]. Tidak secara langsung memang, namun saat itu, peresiden mahasiswa ugm adalah kawanku, dan kami sering berdiskusi soal-soal politik. beberapa ideku jelas dilaksanakan oleh kawanku itu. Selain itu , di semarang, aku juga punya kontak-kontak aktifis di undip[yang ini teman2 SMA dan SMPku dulu, kami sering berkonsolidasi di kampung]. Sebenarnya, saat itu aku sangat ingin mengaktualisasikan hasrat politis dan idealismeku dengan aktif di BEM, dan organisasi yg lain. Batasan ekonomilah yang memaksaku tak dapat terjun terlalu dalam. Jujur, aktivitas seperti itu tak bisa memberiku uang, yang saat itu begitu aku butuhkan untuk hidup, dan menyelesaikan kuliah. Aku lebih memilih untuk berjualan sepatu dan menjadi asisten mandor di suatu pemborong kecil, dalam suatu pekerjaan membangun rumah. Demi sesuap nasi...
Ideologi dia juga ternyata tak jauh berbeda denganku.
Yang jauh berbeda, adalah bahwa dia mengenal tokoh2 pemerintahan pada masanya, aku sama-sekali tidak. Dia seorang jurnalis yang populer, aku sangat malas menulis...
Nah lo, kok jadi mbanding-bandingin???..., aku adalah aku dengan segala kurang dan lebihku, dengan segala kegilaanku.
Apakah selalu seperti itu? Terlahir proletar, membangun idealisme, menyukai kaindahan alam, gunung, hutan, pantai, jauh dari wanita, terasing. Seperti aku dulu dan masih.

The bare eyes, the killing one...

Kata orang, mata adalah jendela hati. Buatku mata bukan sekedar jendela. Mata adalah the main entrance of any being’s heart. Aku bisa mengenali karakter seseorang hanya dari tatapan matanya. Dan sayangnya, insting ini cenderung lebih bekerja dengan baik saat aku berhadapan dengan wanita. Dengan kata lain, lebih mudah bagiku untuk mengenali karakter wanita daripada pria. Cukup sepersekian detik bertatap mata, aku dapat segera menyimpulkan bagaimana aku harus bersikap selanjutnya. Dari sekedar jaga jarak, menutup diri, terbuka, terus terang, menjadi diriku atau bahkan menjadi orang lain.
Dan siang itu aku mengalaminya. Mengalami kondisi bertatap mata sepintas. Sambil lalu, namun akan sulit terlupa, karena ada api, ada pedang di tatapan matanya. Dan api dimata seorang wanita, buatku bukan hal yang menyenangkan. Sebagai mahluk dengan elemen air dan tanah yang dominan, secara default, tanpa sadar aku kan selalu menganggap tatapan api sebagai ancaman. Hanya ada dua kemungkinan yang bisa aku pilih, melawannya, memadamkan api itu atau meninggalkannya. Dan siang itu aku memilih yang kedua.

Cruel intentions or its complicated™

Kenapa mesti selalu rasa itu yang muncul..., entah sudah berapa kali aku memberi ucapan selamat berbahagia kepada seseorang sementara hatiku tersayat..pedih.
Jadi sedih deh... :-(
Kenapa kadang aku jadi sangat peragu, memilih untuk tidak membuat keputusan atau membiarkan segalanya terjadi tanpa campur tangan ku disaat ada orang yang sangat mengharapkan agar aku mengambil sikap. Saat apapun keputusanku dapat mengubah jalan hidup orang lain...
Dan saat aku ragu, aku membiarkan saja segalanya, by their default. Dan sialnya, sesal itu tak pernah ada. Walaupun luka hatiku sempat tergarami, namun aku tetap saja mengulangi hal itu..
Ah,semoga kegilaanku ini hanya melukai hatiku sendiri saja, tidak hati mereka, bukan hati mereka..

When the truth n fiction collide.., when i n me mixed alltogether..this is the story.

To day: 4 ibu-ibu muda yang lugu, temen kantor, sok jadi makcomblang, mo ngenalin aku ma seorang wanita (atw 3 orang?, karena 3 dari 4 ibu itu siap dengan 1 calon yang didukungnya).
Ibu A mo ngenalin aku ma pegawai bank, ibu B langsung protes. Jangan ma pegawai bank, yang laen aja. Tapi ini cantik, baik lagi.. kata ibu A sambil menyebut sebuah nama. Ibu C langsung menyahut, si cantik yang di BRI itu? Nggak, jangan gak terima Gw kalo bejo jadian ma dia. Dia tu gini-gitu dll, gw tau dia..mendingan temen gw, walopun nganggur tapi ketauan baiknya, paling nggak, sholat ma puasanya gak lepas. lhah, kok malah jadi ibu c ini ngomel2?? Bikin aku bengong kayak orang kesambet.. liat nih fotonya... udah, tar hari sabtu gw ajak dia ke kantor, tar lo liat aja dulu, kalo emang gak sreg, ya udah, tapi kalo tertarik bilang ajah ke gw, tar gw knalin...nah lo, jadi kayak agen gni.., ataw dealler ataw...maminya??:)
But, i said no. I already have someone. Its all bout time. Kemudian, akhirnya cerita berlanjut dengan mereka nasihatin aku gimana milih istri yang baik, mengomentari kondisi hubungan ku dengan nya kini, menyarankan apa yang menurut mereka baik buat aku. Gosh, jadi terharu... betapa mereka perhatian banget ma aku, walau pun dalam hati sempat setan dalam diriku tersenyum dan mencibir: alah bu, kalian tu kata orang jawa nguyahi segoro.. tapi bersitan itu segera hilang melihat ketulusan mereka. 2 jam aku diceramahin mereka, ibu-ibu yang baru punya anak balita.
And, the story not yet end. Barusan salah satu dari ibu-ibu itu sms aku, nyaranin aku untuk sholat, istiharoh, berdoa agar kalo dia emang jodohku, Allah mendekatnya kepadaku dan memudahkan segala urusannya. Kalau dia bukan jodohku agar Allah segera menjauhkan dan menutup segala hubunganku dengannya...
Sampe segitunya coba....

Aku jadi mengenang semua wanita yang pernah membakar hatiku dengan cinta ataw yang mirip dengan itulah... dari Bunga tUlip, Bunga catlea, Bunga asoka, Bunga mawar, Bunga melati...apa yang salah dengan mereka? Atau mungkin dengan aku.. sebagian dari mereka aku singkirkan, sebagian menyingkirkanku...
dan aku masih punya satu bunga..Am i?

Missing (or loosing?) her n my self…[setjarik hati jang melajang bersama sang bajoe]


Belakangan ini gue ngerasa aneh. Segala yang ada disekitar gue terasa bukan gue banget. Dari musik yang gak jelas alirannya (kemana jazz yang biasa nemenin tidur gue?), ornament kamar yang garing (kemana buku-buku yang selalu memenuhi kamar gue?) keyboard computer yang berdebu (bukti kalo gak pernah dipake), cermin yang penuh catetan-catetan kecil (kok bisa itu catetan pindah dari layar komputer ke cermin…?), lantai kamar yang dekil. Sisa-sisa melankolis gue emang masih ada. Segala sesuatu yang masih bisa ditemui dikamar gue masih cukup tersusun rapi.
Lima bulan. Lima bulan sudah gue hidup di tempat mestinya bukan habitat gue. Dan gue gak menyadari itu semua. Lima bulan itu gue ngerasa seolah-olah segalanya masih berjalan normal seperti yang seharusnya. Padahal selama itu gak sampe 10 buku yang gw baca, gak satupun artikel yang gue tulis, gak satupun lagu baru di komputer gue. Film. Kemana film-film yang biasanya menemani sebagian waktu libur gue?yang sering kali jadi inspirasi tulisan-tulisan gue..
Gue tipe orang yang adaptif. Dan mungkin disitulah masalahnya. Disini, tampaknya tak banyak yang berubah dari habitat gue, dan ini membuat gue gak waspada atas segala perubahan kecil (tapi banyak) yang gue temui disini. Gue masih ngerasa sebagai gue, tapi nyatanya tidak. Makin banyak batang rokok yang gue hisap, makin banyak aktivitas sampah yang gue lakukan.
Alienasi diri. Hanya pada saat tertentu gue merasa bisa berpikir dan berasa cukup jernih untuk menyadari segala perubahan itu. Saat seperti ini. Saat jiwa ini merintih karena merasa tersisih dari raga yang terlihat tegar. Saat hati ini terasa berserakan oleh sebait lirik lagu. Lirik yang entah bagaimana mampu membangunkan gue dari masa-masa dormant yang membekukan rasa. Saat gue bisa mengamati diri gue dari luar. Saat gue bisa membebaskan emosi dan menidurkan logika, saat jari-jari gue menari diatas keyboard qwerty ini.
Teeeeet, teeeeeeeeeeeet, teeeeeeeeeeeeeeeeeeet... dan sms alert itu membuyarkan lamunan indra. “gi ngapain bro? Bisa bantu donlotin file recovery or such alike? Gw gak sengaja ngapus bbrp file penting niy.. tenkyu yes..”. ah, Bejo.., apaan lagi siy dia nih...ngerusak khayalan gw yang dah sampe level tiga. Bikin gagal naek level aja.
Hmmm, tapi biasanya kalo gw gi lil fly gini, yang muncul sms nina, dengan segala kejenakaannya yang lugu... aneh juga sebenernya, dan itu bukan sekali dua kali. Sms dia selalu muncul disaat gw ngerasa sendiri. Kenapa bukan vina coba..., secara kan ma dia gw sekarang gi berusaha menjalin relasi serius...
Serius yang gw sendiri gak tau maksudnya... Ah, udah lah... mendingan cariin file itu buat si bejo.
Kemudian indra mulai menjelajahi jejaring dunia dan komputernya sendiri.. dan dia menemukan file itu. Bukan file yang dicari bejo, tapi file yang bikin hati indra melayang ke jogja..
Evi. Yang pernah janjian ketemuan di obonk, yang sama egoisnya dengan indra. Yang kemudian dihapus nomor telponnya dari hp indra.
kalo saja setelah itu vina tak hadir dalam kedupan indra, tentu dia tidak akan secepat itu berkeputusan untuk menghentikan usahanya mengenal evi lebih dekat. Kekerasan hatinya sesungguhnya sempat membuat indra tertantang untuk mengexplore lebih jauh. Tapi seperti kata bejo, wanita selalu berusaha membuat kita kaum adam mengejarnya dan mereka yang memutuskan: terima/tolak. Tapi mereka juga bukannya tanpa kelemahan. Bejo bilang emosi adalah kuncinya. Wanita memutuskan segalanya berdasarkan emosinya. Jadi untuk mengendalikan wanita, kendalikanlah emosinya. Jangan kita yang jadi emosi gara-gara mengejar wanita. Jangan gunakan logika jika berhadapan dengan wanita, cukup gunakan setengah hati, setengah rasa dan setengah akal. [sigh] ilmu yang aneh. Bejo ini memang pandai berteori aneh. Ah, sayang gw tidak mampu (atau belum sempat mencoba?) mempraktekan ilmu bejo itu... andai saja..ah evi.. gw pernah benar-benar mengharapkan dia.. miss her.. atau seperti kata bejo: bro, lo tu gak kangen ma mereka, lo tu kangan ma diri lo ndiri, diri lo yang dulu... am i?